Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Oktober 2015

Alangkah Rindunya Kita…


Alangkah rindunya kita pada suatu waktu ketika keadilan bukan hanya sekedar slogan-slogan semu berisi janji-janji kosong.
 
Alangkah rindunya kita pada suatu masa ketika seorang pemimpin berkata “Biar aku yang memikulnya, apakah kau sanggup memikul dosaku di akhirat kelak?”

Alangkah rindunya kita ketika pemimpin dielu-elukan bukan karena statusnya sebagai pemimpin, tetapi sanjungan karena tak lagi ada kekerasan karena sebungkus nasi.

Kita benar-benar rindu ketika orang-orang di atas sana bukan berkata, “Aku yang harusnya memimpin.” Tetapi “Amanah ini sungguh berat bagiku, apakah kalian mau menjerumuskan aku?”

Betapa rindunya kita…
Ketika wajah-wajah pemimpin tidak tampak di pinggir-pinggir jalan, tetapi melekat erat di hati yang dipimpin.

Tidakkah kita rindu kepada kelapangan hati Hasan Bin Ali yang menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada sahabat ayahnya Muawiyah demi kenyamanan hidup kaum muslimin dan agar tidak lagi ada peperangan. Sehingga sejarah mencatatnya sebagai Tahun Persatuan.
Alangkah rindunya kita…

*Palembang, 3 Muharram 1437 H, dalam kerinduan.

Kamis, 17 September 2015

Ini tentang jodoh, eh rahasia, eh bukan.entahlah.

"Tidak disangka, ternyata kami berjodoh, padahal pas temenan ga punya rasa apa-apa"

"Baru kenal satu bulan, kami ngerasa klop, lalu nikah. Luar biasa kan"

Kalimat-kalimat diatas hanya sedikit contoh ungkapan orang-orang yang merasa mendapat surprise ketika berjumpa dengan jodoh mereka. Pastinya masih banyak kalimat-kalimat yang menunjukkan decak kagum dan ketidakpercayaan tentang misteri hidup yang satu ini, rahasia yang selalu menimbulkan pertanyaan di hati para jomblo.hehehe

Kalimat-kalimat diatas biasa saya dengar dari teman-teman yang baru menikah, lalu dengan antusias menceritakan pertemuan mereka dengan mata berbinar, penuh semangat, acapkali mereka bercerita sampai berkeringat dan haus. Begitulah, pembicaraan tentang rahasia pertemuan dengan belahan jiwa akan selalu menjadi topik yang menarik, tidak sedikit cerita-cerita itu diangkat menjadi sebuah novel, lalu menjadi film yang menghiasi layar bioskop tanah air. Tentunya dengan tambahan sedikit bumbu biar manis asam asin-nya lebih ngena di hati.

Kembali ke "jodoh". Jodoh itu salah satu rahasia besar Yang Maha Tunggal, sama seperti terahasiakannya kematian dan sebabnya, sama seperti tabir misteri rezeki dan pintunya. Bertemu jodoh, juga mempunyai sebab, layaknya kejadian-kejadian lain yang juga memiliki sebab. Tapi harus dipahami, sebab-sebab itu sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa dan sudah tertulis jelas di lauhul mahfuz. Hanya saja karena rahasianya begitu terjaga, kita lah yang menghubung-hubungkan surprise yang kita terima dengan kejadian-kejadian sebelumnya. Nah, disitulah indahnya, disitulah gregetnya. Hehe

Ada sebuah kisah tentang jodoh yang baru saya sadari akhir-akhir ini. Tentang pertemuan orang tua saya, tapi saya tidak akan menceritakan romantisme pertemuan mereka di jaman dulu. Saya akan mengupasnya dengan logika saya sebagai manusia. Ok saya mulai. Ayah saya menjalani masa sekolah di kota Palembang, dari kecil sampai SMA, dan mama saya dibesarkan di sebuah desa kecil di bawah bukit di Sumatera Barat. Kalau dilihat dari segi geografis, daerah tempat orangtua saya tumbuh, mereka tidak akan pernah bertemu. Lalu jika ditelaah dari sisi silsilah, ayah saya, bapak ayah saya, kakek ayah saya, bapak kakeknya ayah saya, lalu kakek kakeknya ayah saya tidak ada hubungan dengan siapapun di desa kecil di bawah bukit tadi, berkunjungpun tidak pernah, mungkin juga tidak pernah tahu ada kehidupan di bawah bukit itu. Walaupun secara logika manusia mereka tidak akan bertemu, toh akhirnya saya ada di muka bumi. Seperti kata ustad Salim A Fillah, jiwa-jiwa mempunyai kode masing-masing, layaknya tentara di sebuah pasukan, dipisahkan sejauh apapun, dibatasi dinding setinggi gunungpun, jika jiwa-jiwa itu saling memahami kode sandi yang diberikan, mereka akan bertemu dan berkumpul. Bagaimana cara dan dimana tempat pertemuan, itu juga akan jadi bagian indahnya sebuah rahasia. Seperti Adam a.s yang tidak pernah tahu akan kembali berkasih sayang dengan Hawa di Jabal Rahmah.

Tulisan ini sebenarnya tidak berniat mengangkat romantisme bertemu jodoh atau mencoba menggali rahasia semesta. Tulisan ini hanya sebagai stimulan untuk kembali sadar, lalu instrospeksi, dan kembali percaya dengan sungguh-sungguh kalau semuanya sudah diatur. Afa yang segera dibukakan tabir, dan ada yang tetap menjadi sangat indah ketika masih samar-samar, bertambah indah bila terungkap di waktu dan tempat yang tepat.

Jika semua rahasia masa depan bisa kita ketahui, tidak akan ada lagi kata perjuangan. Seperti tokoh kartun Nobita, tidak lagi memiliki tantangan untuk jatuh cinta diam-diam pada Shizuka karena Standby me sudah membuka rahasia masa depannya bersama Shizuka. Kasihan Nobita, udah dapat nilai 0 melulu, greget hidupnya pun hilang, ga ada degup-degupnya lagi kalau ketemu Shizuka. Hahahaa

Biarlah yang seharusnya jadi rahasia, tetap menjadi rahasia sampai waktu menyibak penghalangnya, seperti kamu.iyaaaa kamuuu....

Kamis, 30 April 2015

Belajar Lagi, Lagi-Lagi Belajar

Sudah lama tidak mencoret laman ini, terakhir menulis di laman ini saat berada di tanah rencong, menulis sambil menikmati sensasi menghirup kopi aceh di warung-warung kopi yang tersebar hampir diseluruh sudut kota Banda Aceh. Terkadang saya merasa hal ini adalah hal yang sangat bertolak belakang dalam hidup saya, saya yang bercita-cita ingin jadi penulis tapi sangat jarang melakukan aktifitas menulis. Sama seperti ketika bercita-cita menjadi seorang saudagar kaya tapi jarang bersentuhan dengan aktifitas perdagangan., tapi saya sedang tidak tertarik membahas cita-cita saya yang masih mengawang-awang, bahas yang lain sajalah...

Sabtu, 23 Maret 2013

Nasionalisme Padu Dalam Bola (Pesan Untuk Pengurus PSSI)

Hiruk pikuk dunia sepakbola tanah air bergulir seolah tidak akan pernah memiliki titik temu penyelesaian. Perebutan kekuasaan yang ditunggangi kepentingan politik melahirkan dualisme PSSI. Para pengurus yang seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan masa depan sepakbola tanah air malah sibuk saling salah dan saling merasa paling benar, lalu lahirlah dua kompetisi. Satu pihak memberikan cap ilegal terhadap yang lain.


Kamis, 17 Januari 2013

Pesan Terakhir Imam Hasan Al-Banna (Re-post)

 Agak buntu inspirasi untuk menulis, jadi re-post yang ini saja Semoga bermanfaat.

Bismillahirrahmaanirrahiim
Wahai MUJAHID DAKWAH!
Puluhan tahun lamanya, pendengaran, pergaulan, ketekunan, kegiatan berjuang, karena jerih payah dan banting tulang yang tiada hentinya, engkau telah kaya dengan pengalaman. Engkau sekarang telah jadi. Engkau telah memiliki pengertian dan ukuran, engkau telah turut menentukan jarum sejarah seperti orang lama. Engkau telah sampai pula ke batas sejarah, kini dan nanti.

Senin, 07 Januari 2013

Senyum Penjual Kacang Rebus (Edisi Belajar Senyum)

Angin berhembus kuat, petir menggelegar, kilat menyambar, langit gelap seakan ingin menumpahkan seluruh isinya. Banyak kendaraan melaju dengan cepat pada malam itu, mengejar agar segera sampai di tempat berteduh sebelum hujan tumpah. Warung-warung tenda mulai bergegas mengemasi barang dagangan. Hujan membuat mereka tak ingin pulang larut. Jam dinding menunjukkan pukul 21.00 WIB.

Sabtu, 05 Januari 2013

"The Man Who Escape"

Sekitar tahun 80an
Sebuah kebakaran besar terjadi di kota Palembang, banyak rumah ludes terbakar dilalap si jago merah, tak terkecuali rumah milik orang tua pria itu. Mereka mengungsi ke rumah saudara yang lain dengan membawa barang-barang yang berhasil di selamatkan.

Setelah kebakaran, pria itu menghilang....

****

Jumat, 04 Januari 2013

Waktu Part 2 (Habis)

Ombak yang singgah di pantai, perlahan, pelan-pelan menggerus pasir ke dalam laut lalu hilang di telan samudera. Seperti ombak, waktu juga menggerus setiap kenangan yang bersemayam di ruang ingat kita, tapi tidak secara perlahan. Secara diam-diam, dengan cepat, kenangan-kenangan itu dipindahkan oleh waktu ke dalam ruang penglupaan kita, kecuali kenangan yang kita simpan sangat rapat, bukan di otak, bukan juga di ruang ingat yang paling dalam, tapi kenangan yang di simpan di hati.

 *****

Kamis, 03 Januari 2013

Waktu part 1

"Si bocah cengeng, menyebalkan, selalu ingin menang sendiri. Saat main bareng saya, trus dia kalah, dan nangis, saya adalah sasaran kemarahan. Dasar bocah penangis!!!"
-Saya, saat SD-

Sabtu, 22 Desember 2012

Cerita Seorang Ibu

Angin malam itu begitu dingin. Aku duduk di beranda rumah itu ditemani seorang Ibu. Ibu yang sudah mulai beranjak tua, rambutnya sudah mulai memutih. Raut mukanya mulai berubah keriput. Ibu itu merapatkan baju hangatnya, mengurangi dingin yang menerpa. Teh hangat yang ada di depannya tinggal separo. Ibu itu membuka pembicaraan...

"Aku teringat 13 tahun yang lalu, saat itu aku baru memiliki satu anak, anak laki-laki yang sangat aku sayangi, anak laki-laki yang kelak akan ku banggakan pada semua orang. Waktu itu dia berumur 2 tahun, anak yang begitu lucu. Tersenyum, menangis, aku begitu bahagia bersamanya. Aku bersyukur Allah memberikannya untukku."

Si Ibu mengangkat gelasnya, menghirup teh yang mulai dingin pelan-pelan. Dia memejamkan mata.

"Hanya putraku yang menemani hari-hariku. Ayahnya sedang ke luar kota, berjualan sepatu dan pakaian untuk menambah pemasukan keluarga kami. Sebenarnya aku merasa tidak sanggup menceritakan ini, tapi aku juga tidak boleh menyimpannya sendiri. Saat itu, ku tabahkan hati untuk membesarkan putra kesayanganku meski suamiku sedang tidak berada di sisiku. Apapun kesulitannya, harus ku hadapi, begitu tekadku waktu itu."

Matanya menerawang. Saya tatap dalam-dalam wajahnya. Angin malam semakin kuat berhembus di beranda rumah ini tak menyurutkan niatnya untuk melanjutkan kisahnya.

"Hingga suatu siang, tubuh putraku panas, tubuhnya memerah. Awalnya aku mengira ini hanya demam biasa yang akan sembuh jika sudah di kompres, tapi aku salah. Ketika matahari mulai turun, langit gelap, anakku menangis meraung-raung, seperti menahan sakit. Aku periksa tubuhnya yang memerah. Tubuh mungil itu dipenuhi bercak-bercak merah berisi air. Segera aku menggendongnya, berlari menuju rumah tetangga meminta pertolongan. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya."

Aku terpaku...

"Di bawah gerimis, aku berlari-lari kecil sambil menggendongnya ditemani seorang tetangga menuju rumah seorang dukun kampung yang sudah biasa mengobati cacar air. Waktu itu belum ada dokter ataupun mantri yang ditugaskan di kampung itu. Hanya ada seorang dukun kampung yang menjadi andalan untuk berobat. Bukan hal gampang untuk mencapai rumah dukun itu, harus menyeberangi sungai dengan air setinggi betis orang dewasa, arus sungaipun cukup deras, ditambah gerimis yang sudah berubah menjadi hujan. Ku dekap tubuh mungil yang masih menangis kesakitan. Tetanggaku mengiringi sambil menasehati agar bersabar. Airmata tak mampu ku bendung, bukan karena lelah, tapi mendengar tangis anakku yang tak kunjung berhenti. Dia pasti sangat kesakitan dengan cacar dari kepala sampai ujung kakinya ditambah dingin hujan yang mengguyur. Dengan kekuatan yang tersisa, aku menyeberangi sungai agar anakku segera diobati."

Mata ini berlinang, tak bisa berkata-kata mendengar kisah itu. Sungguh berat yang Ibu itu rasakan...

"Setelah diobati dukun kampung itu, anakku berhenti menangis. Setelah pamit, kami pualng dengan melewati rute yang sama di bawah hujan. Hatiku dingin, aku menangis. Di dalam tangisku, ku ucapkan do'a sepanjang jalan pulang untuknya agar Allah selalu membersamai setiap langkahnya."

"Lalu Ma?" Tanyaku...

"Putraku sembuh total tanpa sedikitpun bekas cacar di tubuhnya. Seandainya aku terlambat, tentu bekas-bekas itu akan menghiasi tubuhnya sampai sekarang."

****

Mengingat cerita itu selalu membuat ujung mataku berembun. Aku tak mampu berkata-kata mengingat perjuangan membesarkanku. Hari ini, ku coba menulisnya disini karena orang-orang bilang hari ini hari Ibu, bagiku tidak, hari ibuku setiap hari, sepanjang masa. 

Hanya do'a yang bisa kami panjatkan....karena seisi bumi tak mampu untuk membalas kebaikanmu.

Allahummaghfir lii wa liwaalidayya warhamhumma kamaa rabbayaanii shaghiiraa . 

ya allah ampunilah dosa dosa ku dan dosa dosa kedua orang tua ku . kasihanilah keduanya sebagaimana mereka mengasihki semasa kecil.

 
 


Kamis, 20 Desember 2012

Merangkai Tujuan

Awalnya merasa belum pantas untuk menyampaikan dan berpendapat tentang tujuan hidup di dunia ini, tapi dari beberapa hari yang lalu pikiran itu menari-nari, melompat ingin keluar. Ditambah lagi dengan melihat kejadian dan fenomena kehidupan yang terjadi disekitar. Bagi pembaca, tulisan ini tidak bermaksud untuk menunjuk-ajari, tapi tidak lebih hanya untuk melepas unek-unek. Semoga berguna dan dapat menjadi pembelajaran bagi kita bersama.
Jika kita renungkan, manusia memiliki siklus hidup yang pasti. Kelahiran, anak-anak, remaja, dewasa, menikah, menjadi tua, lalu meninggal dunia. Semua itu tak bisa kita hindari. Mungkin seperti itu secara umum siklus yang dilewati. Pertanyaannya, apakah hidup sebatas menjalani siklus itu, lantas habis begitu saja?

Sebagai makhluk hidup yang dikaruniai akal pikiran, tentu kita memiliki tujuan dan keinginan. Ingin kaya, punya mobil mewah, berprestasi dalam bidang akademik, dan tujuan-tujuan dunia lainnya. Anehnya, jika satu tujuan telah tercapai, bukannya kepuasan yang kita dapatkan, tapi malah hasrat untuk memperoleh yang lain akan muncul, dan biasanya hasrat itu akan lebih kuat daripada hasrat yang sebelumnya. Orang-orang bilang, begitulah manusia, tidak pernah puas, dan beginilah dunia, begitu menyilaukan. Lalu?
Sebenarnya kita sangat menyadari, tujuan-tujuan di dunia hanya bersifat sementara, tapi kita seolah meletakkan kesadaran itu di "ruang lupa" dalam rangka kepala, lalu perlahan kesadaran itu mengendap dan susah untuk mendapatkannya lagi. Akibatnya kita lupa dan dilenakan oleh tujuan-tujuan sementara. Sejatinya, tujuan-tujuan sementara yang kita kejar di dunia bisa menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan yang seharusnya kita capai. Penyakit "lupa" dan hilang "kesadaran" membuat kita terlena dan beranggapan, "ah nanti saja."

Penting bagi kita untuk menggali kesadaran yang sudah lama mengendap agar kita kembali tahu apa tujuan kita sebenarnya. Tujuan kita dikirim ke dunia. Ini bukan berarti kita tidak boleh memperoleh tujuan dunia sebanyak-banyaknya. Itulah yang ingin saya sampaikan tentang merangkai tujuan.

Mari kita mulai mendapatkan tujuan dan keinginan kita di dunia, tanpa mengenyampingkan kesadaran bahwa itu hanya sementara. Lalu, tujuan-tujuan dunia yang sudah kita peroleh, kita jalin denga anyaman yang indah, kita rangkai dengan sedemikian rupa untuk menjadi kendaraan nyaman dan tangguh untuk menggapai tujuan hakiki kita. Apakah mudah?

Kembali mengingat sebuah kisah ketika Iblis dihukum Allah karena kesombongannya. Iblis minta kepada Allah agar diperbolehkan menggoda umat manusia hingga akhir zaman.
Nah, ini dia masalahnya, si laknatullah selalu membisikkan cerita-cerita yang melenakan yang membuat kita semakin tidak sadar, dan lagi-lagi kita lupa. Iblis tidak akan berhenti sampai disitu, setelah lupa kita akan dijerumuskan. Apakah setelah itu selesai? Ternyata belum. Iblis akan bahagia ketika kita benar-benar lupa lalu menganggap kealfaan itu bukan lagi dosa tetapi sudah menjadi kebiasaan. Na'udzubillah....

Terakhir, untuk membantu kita merangkai tujuan menggapai ridhoNya, banyak aspek yang harus kita persiapkan. Kematangan ruhiyah tentu saja, lingkungan, dan tak kalah pentinhg adalah memperoleh pendamping hidup yang mengerti kalau hidup ini bukan sebatas 24 jam sehari, atau 7 hari dalam seminggu, yang bisa mengingatkan di kala lupa kalau dunia  tidak selamanya.

Saatnya menjadikan apa yang kita peroleh sekarang dijadikan rangkaian-rangkaian kuat untuk memperoleh tujuan yang sebenarnya.

=Palembang=









Sabtu, 15 Desember 2012

Secangkir Teh Hangat (untuk semua anak di muka bumi)

Pagi ini sama seperti pagi-pagi yang lalu, pagi dengan suasana macet, bising, dan asap. Tak banyak berubah sejak enam tahun lalu, masih saja macet.
Tepat pukul tujuh, saya sudah duduk manis di meja kerja di sebuah instansi pendidikan dan mulai mengerjakan semua rutinitas yang sudah saya lakoni selama kurang lebih dua tahun ini. Rekapitulasi kerusakan laboratorium, perbaikan, dan pemeliharaan. Selesai mengerjakan semuannya, tiba-tiba teringat dua sosok wajah yang disebut pahlawan, lebih dari pahlawan kalau saya boleh menyebutnya. Pengorbanan, kerja keras dan kegigihan mereka membuat mereka pantas dikalungkan gelar pahlawan. Ah, ada lagi, mereka punya sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang membuat kita berkembang, tumbuh dengan caraa yang sangat baik, cinta dan ketulusan. Itulah mereka, dua sosok yang begitu mengagumkan, saya memanggilnya Mama dan Ayah. Apapun panggilan kepada mereka, Ibu, mama, bunda, emak, umi atau ayah, abah, papa, abi, yang jelas tidak akan mengurangi kemuliaan hati yang mereka miliki. Kemuliaan yang disayangi dunia dan dicintai oleh Sang Pencipta.

Enam tahun hidup jauh dari kedua sosok itu membuat saya semakin sadar besarnya arti kehadiran mereka. Cinta, marah, candaan, dan tawa seolah menjadi sumber tenaga untuk berkarya, dan tanpa mereka, rasanya gersang.

Ketika kecil dulu, tiap pagi merengek minta dibuatkan segelas susu, bermanja-manja minta dibuatkan nasi goreng spesial untuk sarapan. Sungguh nikmat. Ah Rabb, belum sempat kami membalas semuanya. Ingin rasanya ketika embun masih turun, kami menyeduh teh hangat untuk mereka, sekedar memberi rasa hangat untuk leher yang mulai keriput. Sambil mereka menikmati secangkir teh hangat yang kami seduh, kami pijit kaki mereka yang mulai linu. Entah kapan kami bisa melakukan untuk mereka. Beri kami waktu untuk itu Rabb.

Sekarang, hati telah ber-azzam untuk menjenguk mereka paling tidak dua kali setahun untuk menyeduh secangkir teh hangat untuk mereka sambil memijit kaki keriput mereka.

*untuk semua anak di muka bumi

=Palembang=

Rabu, 11 Mei 2011

Search...Click

Awalnya iseng mau cari lagu-lagu yang dulu sering didenger, salah satunya KEIMANAN yang dinyanyikan harist saffix...Search...akhirnya ketemu, trus dapat juga TOTALITAS PERJUANGAN-nya Ghirotul Fata. Membuat ingatan melayang saat aktif-aktifnya dulu di pergerakan mahasiswa.

Cuaca panas diiringi angin sepoi-sepoi sambil mendengarkan alunan saffix membuat sedikit termenung. Dulu, lagu ini paling sering didengar di hp, dikategorikan favorit lah...tapi seiring berjalan waktu, seolah lagu ini tertinggalkan. Yah, futur awalnya...

Lagu keimanan-nya Haris Saffix seolah punya daya magis yang luar biasa, jika orang yang sedang futur denger lagu ini, entah kenapa ada sebuah bisikan yang membuat hati kecil ini bergetar, dan timbul penyesalan yang begitu dalam terhadap kekhilafan yang dilakukan selama ini.

Cukup dulu, sedikit yang terasa di tengah panasnya Palembang.
Mau denger Saffix lagi brada.....

Selasa, 05 April 2011

Kita Buta. Kita Lumpuh. Kita Mati Rasa



Sering terdengar suara berkata, kenapa aku begini? kenapa aku begitu? Kenapa dia lebih cantik atau gagah dariku? Ah, suara-suara sumbang itu hampir tiap saat terlintas, menari-nari girang di kepala kita.

Pernah seorang teman berkata, apakah aku ini bodoh? Ujian saja aku harus mengulang. Ketika dia lulus ujian, dia mencari pekerjaan, namun Allah belum mengamanahkan sebuah pekerjaan untuknya. Teman itu berkata lagi, ternyata aku benar-benar bodoh, aku bukan orang yang beruntung.

Membaca kisah di atas, siapa yang sebenarnya dia salahkan?siapa yang mengatur rezeki manusia? Tak pantas manusia berkata seperti itu, berkata seolah menyalahkan Allah atas semua kegagalannya. Tak ingatkah kita, kita masih punya keluarga, dengan kasih saygn yang cukup kita di didik, dengan makan yang halal kita dibesarkan. Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Sering kita merasa jelek, tak sempurna, tak punya harta. Tidakkah kita ingat, setiap pagi kita masih melihat matahari terbit. Kita masih menghirup segarnya udara. Kita masih merasakan nikmat nasi goreng buatan Ibu. Masihkah kita tidak sempurna? Masihkah kita kekurangan? Lalu bagaimana dengan mereka yang buta matanya, tapi masi tersenyum. Mereka yang terbaring sakit parah, masih mampu tertawa penuh harap. Serendah itukah kita, tak sedikitpun menghargai banyaknya nikmat yang diberikan? Masihkah kita meras kurang?

Apa yang salah dalam diri kita? Siapa yang sebenarnya buta? Para tunanetra? Bukan!!! Kita yang buta, tak mampu melihat besarnya nikmat dari Tuhan kita. Hati kita mati rasa, bebal karena terbuai dunia. Kita lumpuh karena selalu merasa kurang ini dan kurang itu.

Kita buta mata hati

"Rabb, ampuni kami yang tak bersyukur padaMu. Ampuni dosa kufur kami. Ampuni kami yang buta mata hati ini"

HambaMu yang Lemah
5 april 2011

Senin, 16 Juni 2008

Ketika Allah Berkehendak

Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya.

Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu'aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.

Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur'an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur'an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.

Saudara, itu kisah sepenggal kisah proses Umar Bin Khattab memeluk Islam.....
Mari kita renungkan, dari siapakah petunjuk itu???
siapa yang mampu melunakkan hati yang keras itu??
saudara pasti tahu jawabannya.....

Ketika Allah berkehendak, yakinlah semua pasti akan terjadi, tak ada yang mustahil di tangan-Nya.

Sabtu, 31 Mei 2008

Tujuan hidup



Tanpa terasa waktu begitu cepat berputar, umur pun begitu cepat bertambah.
Besok, kita memasuki pertengahan tahun 2008. Banyak yang telah kita lalui dalam hidup ini, namun adakah yang telah kita perbuat untuk suatu masa setelah dunia ini???
Pernahkah kita merenung untk apa kita hidup? dan akan kemana kita setelah ini?
Sudah siapkah kita menghadapi alam yang begitu sepi?

Wahai diri, tidakkah kau merasa takut pada hari itu????
Semua belum terlambat, sekaranglah saatnya untuk kembali.

Renungkan....



Cerita ini disadur dari bukunya Parlindungan Marpaung yang berjudul Setengah Isi Setengah Kosong, namun ada sedikit perubahan kata- kata. Ceritanya begini......

Ada seekor burung yang asyik terbang di langit sore, tiba- tiba hujan turun dan sayapnya basah. Karena tak mampu mengendalikan berat badannya, si burung jatuh tepat di atas kotoran sapi. Burung pun menngerutu karena jatuh di tempat yang menjijikkan. Tapi si burung tersadar, hangat yang di berikan kotoran sapi membuat sayapnya agak kering, burung menjadi senang. Si burung bertambah senang ketika datang seekor kucing "menyelamatkannya" dari kotoran tersebut, membawanya ke tempat bersih dan membersihkannya. Setelah tubuh si burung bersih, tiba- tiba kucing pun memakan si Burung.

Pelajaran yang dapat diambil :
Apa yang kita anggap tidak baik untuk kita belum tentu itu membuat kita celaka, dan apa yang kita anggap baik belum tentu mendatangkan kebahagiaan. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita.
Jalani hidup ini dengan bersyukur.