Sabtu, 05 Januari 2013

"The Man Who Escape"

Sekitar tahun 80an
Sebuah kebakaran besar terjadi di kota Palembang, banyak rumah ludes terbakar dilalap si jago merah, tak terkecuali rumah milik orang tua pria itu. Mereka mengungsi ke rumah saudara yang lain dengan membawa barang-barang yang berhasil di selamatkan.

Setelah kebakaran, pria itu menghilang....

****



Hidup adalah pilihan. Tetap di tempat atau terus berjalan. Terus berjalan juga memiliki bermacam pilihan, berjalan cepat atau berjalan dengan lambat. Itu kesimpulan yang dapat saya simpulkan dari kisah hidup pria itu, tentang keputusannya menghilang dari Palembang, tentang alasan mengapa dia harus pergi.

"Mengubah nasib keluarga...."

Itu alasannya. Jawaban itu saya dapat bukan langsung dari mulut pria itu, tapi dari orang lain. Pria itu tidak pernah bercerita langsung mengenai kejadian dan latar belakang keputusannya. Tapi itu tak penting, apapun alasannya, toh sekarang pria itu mampu mengubah nasib. Sekarang hidupnya jauh lebih baik dengan anak-anak yang sudah hampir sukses. Pria itu sekarang tinggal menikmati kehidupan di usianya yang sudah melewati setengah abad.

Beberapa tahun sebelum hari ini, banyak yang sudah saya lewati bersama pria itu. Pernah suatu waktu kami turun ke sawah, tanpa alas kaki, masuk ke lumpur untuk mencari siput untuk makanan itik. Setelah terkumpul satu karung siput, lalu kami menumbuk siput itu agar menjadi halus untuk disajikan kepada itik-itik peliharaan kami. Esok paginya, selepas subuh, kami mengelilingi kandang itik untuk mengumpulkan telur-telur itik.

Bukan hanya itu, hampir setiap sore kami menghabiskan waktu dengan bermain tenis meja, kadang serius, kadang tertawa, dan azan magrib menyudahi kebersamaan sore itu. Sore-sore berikutnya selalu begitu, bermacam kegiatan kami lakukan bersama, dan di sela-sela kebersamaan kami ada pelajaran hidup yang pria itu sampaikan, terkandang disampaikan secara lisan, lebih sering nasehat-nasehat tersirat.

Di balik kebersamaan dengan kami, pria itu begitu keras mendidik kami. Pernah suatu ketika, saat saya masih di Taman Kanak-Kanak, saya pulang kesorean, dan masuk rumah tanpa mengucap salam lalu langsung bercerita panjang tentang aktivitas saya hari itu. Apa yang saya dapat? Pria itu marah, dan mengikat tangan dan kaki saya sebagai hukuman atas kesalahan yang saya lakukan.

Pria itu berkata, " Ini pelajaran bagi orang yang tidak mengucapkan salam saat masuk rumah, sama seperti ayam!"

Kalimat itu masih terngiang sampai sekarang, tapi bukan sebagai kemarahan, melainkan sebagai sebuah nasehat yang membekas.

Dan.....

Hari ini, saya sudah tidak lagi memiliki sore bersama pria itu, saya berada jauh dari kampung halaman untuk mencari hidup, tapi biarlah. Ini juga proses untuk menjadi kebanggaan buatnya. Kebanggaan baginya sekarang, dan kebanggan ketika dia dipanggil kelak.

Ah, saya tidak sanggup bercerita panjang lebar tentang pria ini, pria yang "melarikan diri" dari orang tua dan saudara-saudaranya untuk mengubah nasib. Hanya satu kata yang bisa saya tulis untuk pria ini, HEBAT!!! Hanya itu. Sebenarnya ingin sekali bertutur banyak tentang perjuangannya, mencurahkannya menjadi sebentuk cerita agar nanti generasi berikutnya benar-benar kenal siapa sosok pria ini.

Oh ya, satu lagi...
Pria itu selalu menulis pesan untuk saya, untuk kami, begini pesannya :
DEMI KEHORMATANMU, BERBUATLAH YANG TERBAIK.

Didedikasikan untuk AYAH TERHEBAT

(Palembang)







Tidak ada komentar: